Riyanta Yakini Mafia Pertanahan Bisa Diselesaikan dengan Rekonstruksi Pasal 17 UU KIP

17-05-2022 / KOMISI II
Anggota Komisi II DPR RI Riyanta di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (17/5/2022). Foto: Arief/Man

 

Anggota Komisi II DPR RI Riyanta mengungkapkan, sampai hari ini banyak sekali permintaan untuk mengadvokasi masyarakat yang menjadi korban kejahatan pertanahan. Informasi tersebut didapatnya dari LSM Gerakan Jalan Lurus (GJL) juga dari LSM Gerakan Anti Mafia Tanah (Gamat) yang aktif mengadvokasi masyarakat yang membutuhkan pemecahan atas masalah pertanahan.

 

“Ada hal yang sangat substantif ketika kita berbicara mengenai kejahatan pertanahan atau mafia tanah. Hemat saya, itu dapat diselesaikan dengan merekontruksikan lagi pasal 17 Undang-Undang  14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP),” ujarnya kepada Parlementaria, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (17/5/2022).

 

Politisi fraksi PDI-Perjuangan itu melanjutkan, pasal 17 UU 14 Tahun 2008 menjelaskan bahwa dokumen warkah atau dokumen yang menjadi dasar penerbitan sertifikat tanah itu menjadi dokumen yang dikecualikan atau dianggap bukan dokumen publik. Dalam ketentuannya, dokumen warkah itu yang memilikinya hanya pemilik sertifikat.

 

Hal tersebut, dikatakan Riyanta akan menjadi persoalan ketika dokumen warkah yang dijadikan dasar oleh pemohon sertifikat ternyata palsu atau dipalsukan. Semestinya warga negara yang lebih berhak secara hukum, oleh undang-undang diberikan suatu ruang untuk melihat dokumen warkah. Namun, di sisi lain pihak yang memperoleh sertifikat dengan cara ilegal, terkesan dilindungi oleh hukum.

 

Oleh karena itu, menurut Riyanta pasal 17 UU 14 Tahun 2008 harus dikontruksikan kembali dengan merevisinya. “Jadi ketika itu dibuka secara fair oleh badan yang menyelesaikan sengketa atau BPN atau aparat kepolisian maupun pengadilan. Adu data ini bisa dilakukan oleh para pihak yang bersengketa dengan difasilitasi oleh negara,” terangnya.

 

Di sisi lain, Riyanta berpandangan perlu ada lembaga khusus yang menangani masalah pertanahan seperti halnya Densus 88 di Kepolisian yang khusus menangani masalah terorisme. “Kejahatan pertanahan persoalannya sangat banyak. Perlu satu lembaga khusus bisa saja pada lembaga Polri ada direktorat khusus yang menangani masalah pertanahan. Atau di BPN ada PPNS (Penyidik PNS). Tinggal bagaimana sistem yang dibangun oleh pemerintah. Paling tidak ide-ide segar dalam menyelesaikan kejahatan-kejahatan pertanahan secara jernih bisa dilakukan,” pungkasnya. (es/aha)

BERITA TERKAIT
Bahtra Banong Ingatkan Hakim MK Jaga Netralitas dalam Sengketa Pilkada Serentak
09-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta – Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Bahtra Banong, mengingatkan seluruh hakim Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menjaga netralitas...
Komisi II Siap Berkolaborasi dengan Kemendagri Susun Draf dan NA RUU Pemilu
06-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda menegaskan pihaknya siap berkolaborasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam...
Perlu Norma Baru untuk Antisipasi Terlalu Banyak Pasangan Capres-Cawapres
04-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, menyebut DPR dan pemerintah akan mengakomodasi indikator pembentukan norma baru...
Putusan MK Hapus Ambang Batas Pencalonan Presiden Jadi Bahan Revisi UU Pemilu
03-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold yang diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang...